Setelah bekerja keras, berdagang dan menjadi
rentenir, si kikir telah menumpuk harta, tiga ratus ribu dinar. Ia
memiliki tanah luas, beberapa gedung, dan segala macam harta benda.
Kemudian ia memutuskan untuk beristirahat selama satu tahun, hidup nyaman, dan kemudian menentukan tentang masa depannya.
Tetapi, segera setelah ia berhenti mengumpulkan uang, Malaikat Maut
muncul di hadapannya untuk mencabut nyawanya. Si kikir pun berusaha
dengan segala daya upaya agar Malaikat Maut itu tidak jadi menjalankan
tugasnya.
Si kikir berkata, "Bantulah aku, barang tiga hari
saja. Maka aku akan memberimu sepertiga hartaku." Malaikat Maut menolak,
dan mulai menarik nyawa si kikir.
Kemudian si kikir memohon
lagi, "Jika engkau membolehkan aku tinggal dua hari saja, akan kuberi
engkau dua ratus ribu dinar dari gudangku."
Tetapi Malaikat
Maut pantang menyerah dan tak mau mendengarkannya. Bahkan ia menolak
memberi tambahan satu hari demi tiga ratus ribu dinar dari si Kikir.
Akhirnya si kikir menulis berkata, "Kalau begitu, tolong beri aku waktu untuk menulis sebentar."
Kali ini Malaikat Maut mengijinkannya, dan si kikir menulis dengan darahnya sendiri:
"Wahai manusia, manfaatkanlah hidupmu. Aku tidak dapat membelinya
dengan tiga ratus ribu dinar. Pastikan engkau menyadari nilai dari waktu
yang engkau miliki."
Minggu, 03 November 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar